Budaya Politik Di Indonesia
Budaya politik adalah kebiasaan berpolitik. Negara kita ini adalah negeri yang menganut paham Demokrasi. Yang dimana dalam prakteknya semua hal harus dibicarakan bersama dan mencapai kesepakatan yang mufakat, contohnya pemilu yang merupakan Budaya politik di Indonesia. Indonesia memiliki kepala negara yaitu presiden, tetapi kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat dan dikembalikan lagi untuk rakyat.
Indonesia harus melewati 4 tahap dalam mencapai kemerdekaanya, tahapan-tahapan itu sebagai berikut :
· Angkatan Perintis ( 1908 )
Dalam angkatan perintis ini, Indonesia masih bersifat kedaerahan. Angkatan ini dimulai dari berdirinya organisasi budi utomo yang diketahui oleh sutomo, yang merupakan pelopor dari berdirinya organisasi-organisasi daerah.
· Angkatan Penegas (1928 )
Dalam angkatan penegas ini, Indonesia telah bersifat Nasional atau kebangsaan yang dipelopori oleh patih gajah mada. Yang teklah mempersatukan organisasi-organisasi di daerah-daerah untuk bersatu dan menjadi organisasi nasional dengan dipersatukan melalui semboyan Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetap satu jua.
· Angkatan Pendobrak ( 1945 )
Pada angkatan pendobrak ini Indonesia Merdeka. Dan otomatis perubahan status indonesia yang awalnya berbentuk kebangsaan menjadi kenegaraan.
Menurut isi yang ada di UUD 1945 alenia 1 merupakan penjabaran Indonesia sebelummerdeka yang ditandai dengan kalimat “Penjajahan diatas dunia harus dihapuskan”, alenia 2 merupakan penjbaran Indonesia hampir merdeka yang ditandai dengan kalimat “Menuju pintu depan kemerdekaan”, alenia 3 merupakan penjabaran Indonesia merdeka yang ditandai dengan kalimat “Rakyat indonesia menyatakan dengan ini Kemerdekaannya”, alenia 4 merupakan penjabaran Indonesia setelah merdeka yang ditandai dengan 4M,yaitu :
1. Melindungi segenap bangsa indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Melaksanakan ketertiban dunia
Indonesia telah melaksanakan pemilu 10 kali,pemilu yang pertama pada tahun 1945 kepemimpinan diketuai oleh Ir.Soekarnon dengan wakilnya MOH. Hatta akan tetapi kepemimpinan ini belum berbentuk kepresidenan dikarenakan tidak adanya pelantikan. Pada tahun 1955,1971,1977,1982,1987,1992,1997 Indonesia dibawah pimpinan Soeharto, 1999 Habibi,2004 Gusdur yang lengser dan hanya sesaat dalam masa jabatannya kemudian digantikan oleh Megawati,yang pemilihannya dilakukan oleh MPR dan terakhir tahun 2009 SBY, yang cara pemilihannya dilakukan secara pemilu oleh semua rakyat indonesia.
BUDAYA POLITIK DALAM PROSES DEMOKRATISASI DI INDONESIA
Ginandjar Kartasasmita
Disampaikan pada acara Kongres IV dan Seminar Nasional Perhimpunan Sarjana Administrasi
Indonesia (PERSADI) Lembaga Administrasi Negara
Jakarta, 1 Desember 2004
Seiring dengan datangnya era reformasi pada
pertengahan tahun 1998 itu, Indonesia memasuki
masa transisi dari era otoritarian ke era demokrasi.
Dalam masa transisi itu, dilakukan perubahanperubahan
yang bersifat fundamental dalam
berbagai bidang kehidupan, termasuk membangun
tatanan kehidupan politik baru yang demokratis. Arah
baru ini menjadikan Indonesia oleh Freedom House
(2003), dimasukkan sebagai salah satu dari dua
negara demokrasi baru bersama Nigeria yang paling
signifikan yang muncul setelah tahun 1997.
Perubahan Undang-undang Dasar dan Proses
Demokratisasi
Pada awal masa transisi itu, agar agenda
reformasi dapat dilaksanakan secara lebih utuh dan
sistematis, dilakukan percepatan pemilu, yang
semula direncanakan tahun 2003 dimajukan menjadi
tahun 1999. Setelah terbentuk pemerintahan baru
hasil Pemilu 1999 berbagai agenda reformasi
dijalankan, termasuk salah satu yang terpenting
adalah melakukan perubahan (amandemen) UUD
1945.
Desakan kuat bagi adanya perubahan UUD
1945, salah satu latar belakangnya adalah karena
konstitusi ini kurang memenuhi aspirasi demokrasi,
termasuk dalam meningkatkan kemampuan untuk
mewadahi pluralisme dan mengelola konflik yang
timbul karenanya. Lemahnya checks and balances
antar lembaga negara, antar pusat-daerah, maupun
antara negara dan masyarakat, mengakibatkan
mudahnya muncul kekuasaan yang sentralistik, yang
melahirkan ketidakadilan. Tidak dipungkiri,
sentralisme kekuasaan pemerintah di bawah UUD
1945, telah membawa implikasi munculnya
ketidakpuasan yang berlarut-larut dan konflik di
mana-mana. Konflik tersebut cukup mendasar,
karena mengkombinasikan dua elemen yang
kuat: faktor identitas berdasarkan perbedaan ras,
agama, kultur, bahasa, daerah, dan lain-lain;
dengan pandangan ketidakadilan dalam distribusi
sumber-sumber daya ekonomi.1
Dengan demikian tidaklah mengherankan
apabila gagasan perubahan UUD 1945 dengan
cepat segera mengambil hati dan pikiran rakyat,
serta menjadi agenda pembicaraan berbagai
kalangan. Sakralisasi UUD 1945 selama puluhan
tahun yang membuat tidak ada yang dapat
mengambil sifat kritis terhadap UUD 1945, runtuh
seketika.
MPR hasil pemilihan umum 1999 yang
diselenggarakan dengan cukup demokratis,
menindaklanjuti tuntutan masyarakat yang
menghendaki perubahan UUD 1945 dengan
melakukan satu rangkaian perubahan konstitusi
dalam empat tahapan yang berkesinambungan,
sejak Sidang Umum MPR Tahun 1999 sampai
dengan Sidang Tahunan MPR 2002. Perubahan
konstitusi tersebut dilakukan MPR karena
lembaga negara inilah yang berdasarkan UUD
1945 berwenang untuk melakukan perubahan
UUD.
Perubahan UUD tersebut dilakukan MPR
guna menyempurnakan ketentuan fundamental
ketatanegaraan Indonesia sebagai pedoman
utama dalam mengisi tuntutan reformasi dan
memandu arah perjalanan bangsa dan negara
1 Untuk memperoleh pemahaman utuh mengenai latar
belakang, proses, dan hasil perubahan UUD 1945 dapat
dibaca Panduan dalam Memasyarakatkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar
Belakang, Proses, dan Hasil Perubahan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
disusun Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR RI dan
diterbitkan oleh Sekretariat Jenderal MPR RI tahun 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar